Jumat, 05 Desember 2014

Makalah Patologi Indera Pendengaran

MAKALAH PATOLOGI
INDERA PENDENGARAN



DISUSUN OLEH
RIRIN JULIANI PE




PROGRAM STUDI D III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
POLTEKKES PERMATA INDONESIA
2014


KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis limpahkan kehadirat Tuhan YME, karena atas pertolongan Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Tak lupa salam Penulis haturkan kepada keluarga dan sahabat, semoga selalu dapat menuntun Penulis pada ruang dan waktu yang lain.
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas Patologi dan Terminologi Medis III dengan judul :
INDERA PENDENGARAN
Untuk menyelesaikan Makalah ini adalah suatu hal yang mustahil apabila penulis tidak mendapatkan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.      Bapak, Ibu, Kakak dan Adik tercinta yang telah memberikan dorongan moril maupun materil, dan sebagai semangat untuk membuka semangat baru.
2.      Bapak Choirul Anwar selaku dosen Patologi dan Terminologi Medis III Poltekes Permata Indonesia Yogyakarta.
3.      Rekan-rekan Poltekes Permata Indonesia Yogyakarta.
Penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan bila terdapat kekurangan dalam pembuatan laporan ini penulis mohon maaf, karena penulis menyadari Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

Yogyakarta, 21 Oktober  2014

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG.........................................................................
B.     TUJUAN..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.    ANATOMI PENDENGARAN...........................................................
B.     FISIOLOGI PENDENGARAN.........................................................
C.     UKURAN BUNYI..............................................................................
D.    GANGGUAN PENDENGARAN......................................................
BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN...................................................................................
B.     SARAN................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangn). Indera pedengaran merupakan salah satu alat panca indera untuk mendengar, indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energy suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001). Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan ditelinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip gelombang pada membrane basilaris terhadap membrane tektorium. Sewaktu menggesek membrane tektorium sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensi alaksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinap dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensi alaksi dan sinyal disalurkan keotak. (Corwin, 2001)
Pada makalah ini saya akan menjelaskan tentang bagian-bagian telinga, fisiologi pendengaran, ukuran bunyi dan gangguan pendengaran. Mengingat indera pendengaran sangat penting bagi manusia, maka saya berharap dengan makalah ini mampu menambah pengetahuan mengenai indera pendengaran.

B.            Tujuan Makalah
1.      Memenuhi tugas “Patologi dan Terminologi Medis”
2.      Untuk mengetahui dan menambah wawasan mengenai indera pendengaran
3.      Mengetahui anatomi dari telinga
4.      Mengetahui fisiologi telinga
5.      Mengetahui tentang ukuran bunyi
6.      Mengetahui tentang gangguan-gangguan yang teradi pada telinga


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Anatomi Pendengaran
Telinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indera ini adalah saraf cranial ke-8 atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu Telinga Luar, Telinga Tengah dan Telinga Dalam.
1.      Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna, yang pada binatang rendahan berukuran besar serta dapat bergerak dan membantu mengumpulkan gelombang suara, dan meatus auditorius externa yang menjorok kedalam menjauhi pinna, serta menghantarkan getaran suara menuju membrane timpani. Liang ini berukuran panjang sekitar 2.5 cm sepertiganya adalah tulang rawan sementara 2/3 dalamnya berupa tulang. Bagian tulang rawan tidak harus serta bergerak kearah atas dan belakang. Hal ini biasanya dilakukan bila kita hendak menyemprot telinga. Cairan semprotan itu harus diarahkan kedinding posterior dan dinding atas dari liang telinga. Aurikel berbentuk tidak teratur serta terdiri dari tulang rawan dan jaringan fibrus, kecuali pada ujung paling bawah, yaitu cuping telinga, yang terutama terdiri dari lemak. Ada 3 kelompok otot yang terletak pada bagian depan atas dan belakang telinga, kendati demikian manusia hanya dapat menggerakkan telinga sedikit sekali, sehingga hampir tidak kelihatan.


2.      Telinga Tengah
Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung udara. Rongga itu terletak sebelah dalam membrane timpani atau gendang telinga, yang memisahkan rongga itu dengan meatus auditorius externa. Rongga ini sempit serta memiliki dinding tulang dan dinding membranosa. Sementara pada bagian belakangnya bersambung dengan antrum mastoid dalam prosesus mastoideus pada tulang temporalis melalui sebuah celah yang disebut aditus. Tuba eustakhius bergerak kedepan dan rongga telinga tengah menuju naso-farinx, lantas terbuka. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus auditorius externa, serta melalui tuba eustakhius (faring timpanik). Celah tuba eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan tekanan udara dalam atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan udara, dapat dihindarkan.
Adanya hubungan dengan naso-farinx ini, memungkinkan infeksi pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar masuk kedalam rongga telinga tengah. Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang keci. Yang tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari membrane timpani menuju rongga telinga dalam. Tulang sebelah luar adalah melleus, berbentuk seperti martil dengan gagang yang terkait pada membrane timpani, sementara kepalanya menjulur kedalam ruang timpani. Tulang yang berada ditengah adalah inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan melleus, sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil, yaitu stapes. Stapes atau tulang sangkurdi, yang dikaitkan pada inkus dengan ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat panjang terkait pada membrane yang menutup fenestra festibula, atau tingkap jorong. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi untuk mengalirkan getaran suara dari gendang telinga menuju rongga telinga.

3.      Telinga Dalam
Rongga telinga dalam berada dalam bagian os petrosum tulang temporalis. Rongga telinga dalam ini terdiri dari berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis. Rongga-rongga itu disebut labirin tulang, dan dilapisi membrane sehingga membentuk labirin branosa. Saluran-saluran membrane ini mengandung cairan dan ujung-ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan. Labirin tulang terdiri dari tiga bagian Vestibula yang merupakan bagian tengah dan tempat bersambungnya bagian-bagian yang lain, ibarat sebuah pintu yang menuju ruang tengah (vestibula) pada sebuah rumah. Saluran setengan lingkaran bersambung dengan vestibula. Ada tiga jenis saluran-saluran itu, yaitu superior, posterior dan lateral. Saluran lateral letaknya horizontal, sementara ketiga-tiganya saling membuat sudut tegak lurus satu sama lain. Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat peebalan yang disebut ampula. (Gerakan cairan yang merangsang ujung-ujung akhir saraf khusus dalam ampula inilah yang menyebabkan kita sadar akan kedudukan kita. Bagian telinga dalam ini berfungsi untuk membantu serebelum dalam mengendalikan keseimbangan, serta kesadaran kedudukan kita). Korlea adalah sebuah tabung berbentuk sepiral yang membelit dirinya laksana sebuah rumah siput. Belitan-belitan itu melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang memiliki bagian tengah dari tulang, dan disebut modiulus. Dalam setiap belitan ini terdapat slura membranosa yang mengandung ujung-ujung saraf pendengaran. Cairan dalam labirin membranosa disebut eindolimfe, sementara cairan labirin membranosa dan dalam labirin tulang disebut perilimfe. Ada dua tingkap dalam ruang melingkar ini :
a)      Fenestra vestibule (yang juga disenut fenestra ovalis, lantaran bentuknya yang bulat dan panjang) ditutup oleh tulang stapes.
b)      Fenestra koklea (yang juga disebut fenestra rotunda, lantaran bentuknya bundar) ditutup oleh sebuah membrane.     
Kedua-duanya menghadap ketelinga dalam. Adanya tingkap-tingkap ini tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan dari rongga telinga tengah, guna dilangsungkan dalam perilimfe (perilimfe adalah cairan yang praktis tidak dapat dipadatkan). Getaran dalam perilimfe dialihkan kedalam endolimfe, dan demikian merangsang ujung-ujung akhir saraf pendengaran. Nervus auditorius (saraf pendengaran) terdiri dari dua bagian. Salah satu dari padanya pengumpulan sensibilitas dari bagian vestibuler rongga telinga dalam, yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan. Serabut-serabut saraf bergerak menuju neklus vestibularis yang berbeda pada titik pertemuan pons dan medulla oblongata, lanytas kemudian bergerak terus menuju serebelum. Bagian kokhlearis pada nervus auditorius serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nucleus khusus yang berada tepat dibelakang thalamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam kortex otak yang terletak pada bagian bawah lobus.

B.            Fisiologi Pendengaran
Ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara dimana kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar (auris eksterna) yang menyebabkan timpani bergetar, getaran-getaran tersebut diteruskan menuju iknus dan stapes meleus yang terkait pada membrane itu. Karena getaran yang timbul pada setiap tulang itu sendiri maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudian disalurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran perilimfe dialihkan melalui membrane menuju endolimfe dalam saluran kokhlea dan rangsangan menuju akhir-akhir saraf dalam rongga korti selanjutnya dihantarkan menuju otak.
Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara yang enak atau tidak enak. Gelombang suara menimbulkan bunyi.
1.      Tingkatan suara biasa 80-90 desibel
2.      Tingkat maksimum kegaduhan 130 desibel.
Nesus yang terbesar dalam kanalis semi sirkularis menghantarkan implus-implus menuju otak. Implus-implus ini dibangkitkan dalam kanal-kanal tadi karena adanya perubahan kedudukan cairan dalam kanal atau saluran-saluran itu. Hal ini mempunyai hubungan erat dengan kesadaran kedudukan kepala terhadap badan. Apabila seseorang didorong kesalah satu sisi maka kepalanya cenderung miring kearah lain (berlawan dengan arah badan yang didorong) guna mempertahankan keseimbangan, berat badab diatur, posisi badan dipertahankan sehingga jatuhnya badan dapat dipertahankan. Perubahan kedudukan cairan dalam saluran semi sirkuler inilah yang merangsang implus respon badan berupa gerak reflek, guna memindahkan berat badan serta mempertahankan keseimbangan. Nervus auditorius mengumpulkan sensibilitas dan bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan. Serabut sserat ini bergerak menuju neklus vestibularis yang berada pada titik pertemuan pons dan medulla oblongata terus bergerak menuju serebelum. Bagian kokhlearis pada nervus auditori saraf pendengaran yang sebenarnya serabut saraf dipancarkan kesebuah nucleus khusus yang berada dibelakang thalamus, dipancarkan menuju kortekx otak yang terletak pada bagian temporalis
1.      Pendengran
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara tertentu dan mengintrepetasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energy gelombang tekanan menjadi implus syaraf, dan serebri mengkonversi implus ini menjadi bunyi. Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk gelombang. Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi dari sekitar 20 sampai 16.000 Hertz (Hz). Satu hertz yaitu satu siklus perdetik. Bunyi berfrekuensi rendah mempunyai nada rendah, bunyi berfrekuensi tinggi mempunyai nada tinggi. Suara manusia berkisar dari sekitar 65 Hz sampai sedikit diatas 1000 Hz. Mekanisme frekuensi manusia paling sensitive terhadap suara dengan frekuensi sekitar 1000 Hz. Amplitude adalah ukuran energy atau intensitas fluktuasi tekanan. Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda diinterpretasikan sebagai perbedaan dalam kekerasan ukuran bunyi dalam ukuran decibel (dB). Bunyi bisikan sekitar 20 dB, percakapan tenang sekitar 50 dB, pabrik yang bising sekitar 100 dB, bunyi diatas 120 dB menyebabkan nyeri dan pemaparan dalam jangka panjang dapat merusak telinga dan menyebabkan ketulian.      
2.      Proses pendengaran ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara dimana kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar (auris eksterna) yang menyebabkan timpani bergetar, getaran-getaran tersebut diteruskan menuju iknus dan stapes melleus yang terkait pada membrane itu, karena getaran yang timbul pada setiap tulang itu sendiri maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudian disalurkan ke fenestra vestibuler munuju perilimfe. Getaran perilimfe dialihkan melalui membrane menuju endolimfe dalam saluran kokhlea dan rangsangan mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam rongga korti selanjutnya dihantarkan menuju otak. Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara enak atau tidak enak, gelombang suara menimbulkan bunyi, tingkatan suara biasa 80-90 dB, tingkatan maksimum kegaduhan 130 dB.
3.      Saraf pendengaran nervus auditorius mengumpulkan sensibilitas dan vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan. Serabut serat ini bergerak menuju neklus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan medulla oblongata terus bergerak menuju sebelumnya. Bagian kokhlearis pada nervus auditori saraf pendengaran yang sebenarnya. Serabut saraf dipancarkan ke sebuah nucleus khusus yang berada dibelakang thalamus, dipancarkan menuju kortex otak yang terletak pada bagian temporalis.

C.           Ukuran bunyi
Ukuran bunyi yang dapat didengar manusia kurang dari 85 dB dan dapat merusak telinga jika lebih dari 85 dB dan pada ukuran 130 dB akan membuat hancur gendang telinga. Berdasarkan frekuensi pendengarannya, suara dibagi menjadi :
1.      Infrasound : 0Hz – 20Hz
2.      Pendengaran manusia : 20Hz – 20KHz
3.      Ultrasound : 20KHz – 1GHz
4.      Hypersound : 1GHz – 10THz
Satuan yang digunakan dalam ukuran bunyi adalah decibel (dB). Karena perubahan intensitas suara yang sangat luas yang dideteksi dan dibedakan oleh telinga intensitas suara biasanya dinyatakan sebagai logaritma intensitas sebenarnya. Peningkatan 10 kali energy suara dinamakan 1 bel, dan 1 persepuluh bel dinamakan 1 desibel. 1 desibel menggambarkan peningkatan intensitas sebenarnya sebesar 1.26 kali. Alasan lain menggunakan system decibel dalam menyatakan perubahan kekerasan suara adalah bahwa dalam batas intensitas suara yang bisa untuk komunikasi, telinga dapat mendeteksi perubahan intensitas suara kira-kira 1 desibel. Frekuensi pendengaran yang dapat didengar oleh orang tua. Orang muda, sebelum proses penuaan terjadi pada telinga, umumnya dinyatakan antara 30-20.000 siklus per detik. Akan tetapi, batas suara sangat tergantung pada intensitas. Bila intensitas hanya -60 desibel, batas suara hanya 500 sampai 5000 siklus per detik, tetapi bila intensitas suara adalah -20 desibel, batas frekuensi 70 sampai 15000 siklus per detik. Pada orang tua, batas frekuensi turun dari 50 sampai 8000 siklus persetik atau kurang.     
 
D.           Gangguan Pendengaran
Beberapa penyakit telinga dapat menyebabkan ketulian sebagian bahkan ketulian total. Bahkan lagi, kebanyakan penyakit pada telinga bagian dalam dapat mengakibatkan gangguan pada keseimbangan. permasalahan yang terjadi pada telinga kita harus ditangani oleh dokter spesialis khusus yang disebut otolaryngologist, yang mana spesialist ini ahli dalam mengobati gangguan yang terjadi pada gendang telinga sampai pada telinga dalam yang luka akibat benturan fisik. Kelainan pada telinga, diantaranya :
1.      Radang telinga (otitas media) 
Penyakit ini disebabkan karena virus atau bakteri. Gejalanya sakit pada telinga, demam, dan pendengaran berkurang. Telinga akan mengeluarkan nanah. 
2.      Labirintitis 
Labirintitis merupakan gangguan pada labirin dalam telinga. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi, gegar otak, dan alergi. Gejalanya antara lain telinga berdengung, mual, muntah, vertigo, dan berkurang pendengaran. 
3.      Motion sickness 
Mabuk perjalanan atau disebut motion sickness. Mabuk perjalanan ini merupakan gangguan pada fungsi keseimbangan. Penyebabnya adalah rangsangan yang terus menerus oleh gerakan atau getaran-getaran yang terjadi selama perjalanan, baik darat, laut maupun udara. Biasanya disertai dengan muka pucat, berkeringat dingin dan pusing. 
4.      Tuli 
Tuli atau tuna rungu ialah kehilangan kemampuan untuk dapat mendengar. Tuli dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli konduktif terjadi disebabkan oleh menumpuknya kotoran telinga di saluran pendengaran, sehingga mengganggu transmisi suara ke koklea. Tuli saraf terjadi bila terdapat kerusakan syaraf pendengaran atau kerusakan pada koklea khususnya pada organ korti. 
5.      Othematoma 
Pada beberapa kasus kelainan pada telinga terjadi kelainan yang disebut othematoma atau popular dengan sebutan ‘telinga bunga kol’, suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada tulang rawan telinga yang dibarengi dengan pendarahan internal serta pertumbuhan jaringan telinga yang berlebihan (sehingga telinga tampak berumbai laksana bunga kol). Kelainan ini diakibatkan oleh hilangnya aurikel dan kanal auditori sejak lahir. 
6.      Penyumbatan 
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara. Dokter akan membuang serumen dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka tidak dilakukan irigasi. Jika terdapat perforasi gendang telinga, air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga, dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat. 
7.      Perikondritis 
Perikondritis adalah suatu infeksi pada tulang rawan (kartilago) telinga luar. Perikondritis bisa terjadi akibat: - cedera - gigitan serangga - pemecahan bisul dengan sengaja. Nanah akan terkumpul diantara kartilago dan lapisan jaringan ikat di sekitarnya (perikondrium). Kadang nanah menyebabkan terputusnya aliran darah ke kartilago, menyebabkan kerusakan pada kartilago dan pada akhirnya menyebabkan kelainan bentuk telinga. Meskipun bersifat merusak dan menahun, tetapi perikondritis cenderung hanya menyebabkan gejala-gejala yang ringan. Untuk membuang nanahnya, dibuat sayatan sehingga darah bisa kembali mengalir ke kartilago. Untuk infeksi yang lebih ringan diberikan antibiotik per-oral, sedangkan untuk infeksi yang lebih berat diberikan dalam bentuk suntikan. Pemilihan antibiotik berdasarkan beratnya infeksi dan bakteri penyebabnya. (medicastore) Ada banyak lagi gangguan yang terjadi pada alat pendengaran kita ini, misalnya tumor, cedera, eksim, otitis dan lain-lain 


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Indera pendengar dan keseimbangan terdapat di dalam telinga. Telinga manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1.      Telinga luar, yang menerima gelombang suara. 
2.      Telinga tengah, dimana gelombang suara dipindahkan dari udara ke tulang dan oleh tulang ke telinga dalam. 
3.      Telinga dalam, dimana getaran ini diubah menjadi impuls saraf spesifik yang berjalan melalui nervus akustikus ke susunan saraf pusat. Telinga dalam juga mengandung organ vestibuler yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.
Pendengaran merupakan indera mekanoreseptor karena telinga memberikan respon terhadap getaran gelombang suara yang terdapat di udara. Factor utama yang menyokong kepekaan telinga adalah sistem mekanik dari telinga luar dan telinga tengah, yang satu mengumpulkan suara dan kedua menyalurkan ke telinga bagian dalam. 
Telinga dapat mengalami penurunan fungsi pendengaran jika pada salah satu fisiologinya mengalami kerusakan. Salah satunya adalah ketulian yang diakibatkan pecahnya gendang telinga. Oleh karena itu diharapkan dapat menjaga dan selalu merawat indera pendengaran supaya tetap dalam kondisi normal. 

B.            Saran
1.      Bersihkanlah telinga setiap hari agar tidak terjadi kerusakan atau gangguan pada telinga


DAFTAR PUSTAKA

Ethel,Slonane. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi. Jakarta: EGC
Junquiera, L.C. dan Carneiro. J. 1980. Basic Histology. Alih bahasa: Histologi dasar, oleh adji Dharma.1982. Jakarta: EGC
Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, Jakarta : CV. EGC.
Guyton, A. C., 1983, Fisiologi Kedokteran 2, Jakarta : CV. EGC.
Radiopoetro, R., 1986, Psikologi Faal 1, Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar